Pendidikan Indonesia
Pasca Covid-19
Oleh
: Dr. Ir. Angelinus Vincentius, M.Si.
Rektor
Universitas Nusa Nipa (UNIPA)–Maumere
Momentum
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas 2 Mei) dan Hari
Kebangkitan Nasional (Harkitnas 20 Mei) tahun 2020 diwarnai dengan situasi
global pandemi Covid-19.
Situasi
ini menuntut seluruh umat manusia sebagai entitas biosfer dengan derajat paling
tinggi dari antara makhluk ciptaan Tuhan, berjuang untuk bertahan hidup,
memerdekakan diri dari belenggu Covid-19 sembari terus melihat peluang untuk
masa depan yang baru.
Dari
sisi makna Hari Pendidikan Nasional tanggal 02 Mei, kita perlu untuk melihat
kembali bagaimana situasi pendidikan di tanah air.
Instruksi
Pemerintah telah dikeluarkan, terutama untuk melindungi peserta didik (murid,
mahasiswa) dan satuan pendidikan dari ancaman penularan infeksi Covid-19.
Ada
instruksi untuk home learning, work from
home, stay at home, social distancing, physical distancing dan protokol
kesehatan lainnya.
Di
tengah kondisi ini, insitusi pendidikan dihadapkan pada pilihan-pilihan;
pembelajaran untuk peserta didik tidak boleh dihentikan, ada target untuk
tuntaskan materi dalam semester berjalan, metode pembelajaran yang tidak
beresiko penularan covid-19, pertemuan tatap muka harus dihindari.
Sementara
itu, pembelajaran daring (dalam jaringan internet) atau online masih menghadapi
kendala infrastruktur/jaringan (signal) internet yang belum merata, daya beli
pulsa data terbatas, belum cukup dikuasainya aplikasi-aplikasi IT, bahkan masih
ada warga masyarakat yang belum memiliki smartphone.
Tokoh
Pelopor Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, yang
hidup pada zaman kolonial pernah berkata : “Pengajaran harus memerdekakan
manusia dari aspek lahiriah yaitu bebas dari kemiskinan dan kebodohan; dan Pendidikan harus memerdekakan manusia dari aspek batiniah yaitu
manusia yang mempunyai otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, dan
mentalitas demokratis”.
Kemudian,
Indonesia setelah proklamasih NKRI, sesuai Pasal 31 UUD 1945, negara menjamin
warga negara menjadi subyek dalam proses pendidikan, dan pendidikan sebagai
medium untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional.
Pendidikan
di Indonesia pun terus berproses, hingga kita tiba pada suatu masa dimana
seluruh dunia telah terkunci mati oleh Virus Corona yang menjelma menjadi
pandemi, yang sedang terjadi saat ini.
Menyongsong Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas 20 Mei), perlu direfleksikan
kembali mengenai makna, hari dimana rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan
Nasionalisme serta kesadaran bangkit untuk memperjuangkan makna ‘kemerdekaan
sejati’ bangsa kita.
Sebagaimana
dulu, Dr. Wahidin Sudirohusodo ingin membuat perubahan pada bangsanya melalui
gerakan mahasiswa kedokteran ‘Budi Utomo’.
Ada
dorongan karena rasa cinta sang pahlawan akan kondisi anak-anak bangsa yang
tidak bersekolah waktu itu (sebelum 1908) padahal memiliki kepandaian.
Kesadaran utama yang menguat adalah pendidikan itu penting bagi kemajuan
Indonesia.
Dan
pada masa pandemi covid-19 sekarang ini, Pemerintah berupaya keras untuk
melindungi Satuan Pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SLTP, SLTA, hingga PT,
yang mana hal tersebut didukung penuh oleh Para Pimpinan Perguruan Tinggi
(Universitas), dengan menetapkan “masa dirumahkan”, dimana para Guru/Dosen dan
Murid/Mahasiswa melaksanakan pembelajaran di rumah (home learning).
Pola
Home Learning ini efektifitasnya sangat tergantung pada Para Guru/Dosen dalam
menggunakan Kelas Online atau Kelas Maya, dan juga bagaimana partisipasi
Murid/Mahasiswa dalam mengakses Kelas Maya tersebut.
Di titik
ini, izinkan saya memberikan pendapat tentang beberapa point, yaitu :
1. Di tengah situasi
pandemi Covid-19, Lembaga-lembaga Pendidikan telah menerapkan Pembelajaran Online sebagai
alternatif yang paling rasional dari antara pilihan-pilihan yang ada.
Hal ini justru memberikan kesempatan bagi
Institusi bersama seluruh komponennya untuk membuat loncatan-loncatan kemajuan
dalam aspek penguasaan IT (Teknologi Informasi) sesuai platform pilihan
tertentu. Dalam hal ini, pola home learning dan pembelajaran online akan
mendorong mahasiswa/murid untuk menguasai metode-metode pembelajaran online
secara lebih baik, demikian halnya juga Para Dosen/Guru.
Dengan home learning, memang akan ada
tambahan item biaya untuk pulsa data internet, namun di sisi lain, home
learning justru menghilangkan item biaya-biaya yang harus disiapkan para
mahasiswa/murid pada kondisi normal seperti biaya transportasi, biaya cetak/biaya
penggunaan kertas karena semuanya dalam format paperless.
Dalam
hal biaya pulsa data internet tersebut, kita bisa melihat ada banyak pihak
telah “turut-serta” meringankan beban mahasiswa (peserta didik) yang mengalami
kesulitan belanja pulsa data internet.
Seperti yang dilakukan oleh Universitas Nusa Nipa (UNIPA) Maumere yang memberikan
uang virtual berupa pulsa data internet bagi para mahasiswanya; atau yang
dilakukan oleh Para Alumni di beberapa Perguruan Tinggi lain di Pulau Jawa;
maupun oleh Pemerintah Daerah (kabupaten maupun provinsi) tertentu.
Tindakan
“turut-serta” tersebut, tidak lain merupakan bentuk kesetia-kawanan dan
solidaritas sesama warga bangsa, untuk bergandengan tangan saling menolong
dalam menyelamatkan pendidikan putra-putri bangsa.
Selain
itu, pembelajaran online ternyata lebih efisien dalam pemanfaatan ruang dan
waktu. Pengaturan waktu lebih flexibel, dan pemakaian ruang disesuaikan dengan
kondisi partisipan.
Penelusuran
sumber-sumber literatur pun menjadi lebih mudah bagi peserta didik, yaitu hanya
melalui ujung jari yang sedang mengutak-atik smartphone sebagaimana hakekat
zaman digital dalam era Revolusi Industri 4,0 maupun Society 5,0.
Selain
kebijakan pembelajaran online, banyak Institusi Pendidikan juga masih menerapkan pembelajaran offline
dimana Guru/Dosen mengunduh materi-materi ajar dari internet lalu dibagikan ke
peserta didik masing-masing untuk dipelajari dan dikerjakan selama masa
dirumahkan; namun metode tersebut pun tetap memerlukan pulsa data internet.
2.
Di tengah situasi pandemi covid-19, kita juga bisa melihat adanya “gerakan
kesetia-kawanan” dari seluruh elemen yang terkait dengan pendidikan.
Pertama, Para Dosen/Guru telah menetapkan
program pembelajaran yang harus dituntaskan dalam satu semester, akan melakukan
berbagai daya upaya agar materi pembelajaran dapat disampaikan kepada Peserta
Didik secara lengkap.
Para Dosen/Guru juga terus berusaha
membangun komunikasi, langkah persuasif, memberikan bimbingan dan motivasi
kepada Para Mahasiswa/Murid supaya tidak berhenti belajar meskipun dilakukan dari
rumah masing-masing.
Ada hambatan yang ditemui, seperti
kesulitan membeli pulsa data, lemahnya akses terhadap signal internet, dan
belum dikuasainya aplikasi tertentu, semuanya dapat dibicarakan dengan
Dosen/Guru sehingga dapat dicarikan solusinya.
Komunikasi dan kerjasama yang baik antara
Guru/Dosen dengan Mahasiswa (peserta didik) merupakan faktor kunci untuk
menjamin suksesnya pembelajaran Online.
Selain itu, kita bisa melihat beragam kreatifitas diciptakan oleh Para
Guru/Dosen bersama Pemerintah, misalnya pembelajaran melalui Radio, TV, WA
group, dan kelompok-kelompok kelas maya.
Di sini, kita masih membutuhkan adanya
peran dari sebuah elemen kunci yang lain yaitu Para Orangtua/Wali, yang
mempunyai peran sangat penting dan tidak tergantikan.
Peran orang-tua/wali sangat penting tidak
hanya untuk mengawasi dan memastikan putra-putrinya patuh dan tertib mengikuti
pembelajaran online, namun juga untuk menanamkan nilai-nilai moral dan
spiritual yang berharga untuk kehidupan anak, seperti takut akan Tuhan,
disiplin, kerja keras, jujur, tahan uji, mental baja, dan pantang menyerah;
sesuatu yang juga dilakukan oleh para Guru/Dosen pada kondisi normal.
Tentu saja, pengawasan dari orang-tua
utamanya agar anak tetap stay at home supaya terlindung dari ancaman penularan
infeksi covid-19.
Kolaborasi dari semua elemen pendidikan ini
diperlukan dan memang sudah seharusnya terjadi karena melindungi peserta didik
adalah tugas bangsa, yang harus dijalankan oleh kita semua secara bersama.
3.
Situasi pandemi covid-19 dapat mengubah
Mindset masyarakat bahwa kesulitan yang dihadapi di semua bidang kehidupan,
utamanya bidang pendidikan, merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi
bersama-sama dengan penuh optimisme.
Karena itu, alangkah eloknya jika kita
semua menghindari untuk membuat kegaduhan di dunia maya melalui postingan dan
comment-comment yang tidak perlu. Yang sangat penting untuk dilakukan saat ini
adalah Berjuang bersama-sama; mendukung kolaborasi semua elemen pendidikan,
tingkatkan unifikasi/penyatuan dalam langkah-tindak untuk mencapai tujuan
bersama.
Home learning harus kita dukung
bersama-sama. Kita bisa belajar dari Para Pemimpin Agama, yang secara arif dan
bijaksana telah menghentikan semua upacara keagamaan yang berlangsung di
tempat-tempat ibadah dan memindahkannya ke rumah masing-masing.
Kiranya contoh yang amat baik dari Para
Pemimpin Agama tersebut, dapat kita tiru, khususnya bagi kita semua yang
terlibat dalam Pendidikan untuk Anak-anak Bangsa.
Berdasarkan pengalaman dari situasi
pendidikan selama pandemi Covid-19, maka beberapa pemikiran tentang Pendidikan Indonesia pasca Covid-19, menurut saya, adalah
sebagai berikut :
1. Pembelajaran
Daring (dalam jaringan internet) atau Online akan menjadi pola pembelajaran
yang diterapkan di banyak Institusi Pendidikan, karena telah tercipta kultur belajar yang inovatif, dan
adanya kemerdekaan belajar.
Setiap
Institusi Pendidikan perlu diberikan kebebasan menggunakan pola daring,
sambil memperkuat aspek monitoringnya. Setiap institusi pendidikan mungkin juga
perlu untuk memikirkan platform apa yang paling cocok diterapkan di
lingkungannya.
Selain
itu, sistem monitoring melalui supervisi kelas maya dan lainnya perlu
disempurnakan agar mutu pendidikan tetap terjaga. Hakekat pembelajaran tidak
hanya untuk mengajar tetapi juga untuk mendidik para peserta didik.
Hal
ini juga perlu di-design sedemikian rupa dalam pembelajaran online tersebut.
Sekedar untuk sharing pengalaman saja, misalnya yang dilakukan di Universitas
Nusa Nipa (UNIPA) Maumere, dalam masa pandemi
Covid-19 ini, platform yang telah dilaksanakan adalah Microsoft-Teams dengan
satu domain yang sama (nusanipa.ac.id).
Selain
itu, sudah lama dibuat kewajiban bagi Para Dosen untuk memasukkan Modul
Pembelajaran satu semester ke dalam aplikasi E-campuz kemudian mahasiswa
tinggal mengaksesnya, dan dosen tinggal membuat pengayaan-pengayaan.
2.
Dalam implementasi konsep pembelajaran
daring (online) ini, perlu adanya
payung regulasi dari Kemendikbud, yang selama ini belum mengatur secara jelas
mengenai persentase pembelajaran daring yang diperbolehkan; kecuali di
Universitas Terbuka.
Katakan
saja, adanya kebijakan yang mengatur kombinasi pembelajaran tatap muka fisik
wajib 70% dan pembelajaran online 30%. Jika ada payung regulasinya maka tidak
menyulitkan institusi dalam menghadapi proses akreditasi.
3. Hal lain yang juga sangat penting di sini
adalah dukungan infrastruktur, berupa ketersediaan akses signal internet secara
merata dengan kekuatan yang memadai. Karena itu, pihak-pihak terkait
(Menkominfo dan struktur ke bawah) sangat diharapkan agar lebih berperan dan
bertindak untuk menjamin ketersediaan signal internet yang kuat terutama di
daerah-daerah.
Meskipun
di banyak insitusi telah menyediakan fasilitas bebas akses internet (free wifi), namun kondisi yang bisa
kita lihat di daerah-daerah, masih banyak wilayah yang sulit menjangkau signal
internet.
4.
Demi menjamin kelancaran proses
pendidikan sebagaimana yang telah dijamin dalam Pasal 31 UUD 1945, maka
diharapkan agar Pemerintah memberikan lebih banyak Beasiswa terutama bagi
Perguruan Tinggi (Universitas) Swasta di daerah-daerah; karena untuk SD, SMP
dan SMA sudah ada Dana BOS dan sudah ditanggung oleh Pemerintah Daerah dan
Pusat.
Beasiswa
di sini penting sekali untuk membantu membiayai mahasiswa yang secara ekonomi
masih “lemah” misalnya untuk biaya pulsa data, bahkan bantuan dalam pengadaan
smartphone.
5. Filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
masih relevan dengan zaman digital sekarang, termasuk pada masa pasca Covid-19.
Yaitu, perlunya memaknai “kemerdekaan belajar” sebagai syarat dan tujuan untuk
membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia.
Prinsip-prinsip
pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut yaitu nasionalistik, spiritualistik dan
universalistik yang tunduk pada hukum alam (natural
law), dengan suasana pendidikan yang bersifat kekeluargaan, kebaikan hati,
empati, cintakasih, dan kesetia-kawanan.
Dengan
demikian, cita-cita pendidikan yang telah diperjuangkan oleh Tokoh Pelopor Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantoro, dan Tokoh Kebangkitan
Nasional Dr. Wahidin Sudirohusodo, akan dapat diwujudkan di Negara RI tercinta.
Semoga.
(*)]
(sebagian
pokok pikiran dalam tulisan ini disampaikan pada acara Diskusi Online bersama
Prima-Institute, Jakarta, pada tanggal 2 Mei 2020).
Sumber : https://kupang.tribunnews.com/2020/05/13/pendidikan-indonesia-pasca-covid-19
Bagikan Berita